Senin, 21 Maret 2016
Selasa, 15 Maret 2016
BIODATA SAYA
Nama saya Muhammad Iip Wijayanto El-Bankuli. Saya dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 16-02-1979. Tanggal dan bulan yang sama dengan Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka). Saya seorang muslim, dan dilahirkan dari keluarga yang Islam seluruhnya. Di tengah-tengah maraknya khilafiah antar manhaj, madzhab, ormas dan aliran dalam Islam akhir-akhir ini...saya sering ditanya, memihak yang mana?
Saya jawab, Agama saya Islam, manhaj ahlussunnah wal jama'ah (Islam Sunni), madzhab fiqh saya Syafi'ie (Imam Syafi'ie) tapi pandangan-pandangan fiqh saya juga merujuk kepada Imam Maliki, juga dipengaruhi Madzhab Hanafi dan kadang-kadang mengambil referensi dari madzhab Hambali...meski karena pendapat saya dalam menyikapi tahlilan, sholawatan, kenduren dan yasinan agak condong kepada ulama-ulama di Saudi seperti Syaikh bin baz, Syaikh Sholeh Utsaimin dll...sy juga sering dicurigai wahabbi meski saya tidak pernah merasa demikian.
Saya tidak ber-ormas, alias MuhammadiNU...kadang pro-Muhammadiyah, kadang juga pro-NU. Sehingga yang Muhammadiyah sering curiga jika saya NU dan sebaliknya yang NU juga curiga jika saya Muhammadiyah. Saya pernah ditolak menjadi khotib sholat id di wilayah kalasan oleh PHBI, hanya karena saya sering memakai sarung...meski saya bilang KH.Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) juga selalu memakai sarung. Saya juga pernah ditolak jadi khotib sholat jum'at di sebuah Masjid sebelah kampung saya, hanya karena saya tidak melafazkan Sayyidina ketika membaca sholawat dalam khutbah. Saya juga sangat mencintai ahlul bait Nabi SAW. Dan tidak suka menyerang syi'ah...seperti yang lagi ngetrend saat ini.
Saya tidak ber-ormas, alias MuhammadiNU...kadang pro-Muhammadiyah, kadang juga pro-NU. Sehingga yang Muhammadiyah sering curiga jika saya NU dan sebaliknya yang NU juga curiga jika saya Muhammadiyah. Saya pernah ditolak menjadi khotib sholat id di wilayah kalasan oleh PHBI, hanya karena saya sering memakai sarung...meski saya bilang KH.Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) juga selalu memakai sarung. Saya juga pernah ditolak jadi khotib sholat jum'at di sebuah Masjid sebelah kampung saya, hanya karena saya tidak melafazkan Sayyidina ketika membaca sholawat dalam khutbah. Saya juga sangat mencintai ahlul bait Nabi SAW. Dan tidak suka menyerang syi'ah...seperti yang lagi ngetrend saat ini.
Saya Pro-Poligami dan juga menolak keras LGBT. Karena menolak keras LGBT, saya ditolak mengajar oleh beberapa kampus yang pro-LGBT. Saya juga cukup dibenci oleh kaum feminis karena mendukung poligami...meski saya hanya ingin meletakkan poligami itu pada konteksnya. Dijalankan karena niat ibadah, didukung ilmu. Bukan karena syahwat semata serta kemampuan finansial, seperti yang juga lagi nge-trend dilakukan saat ini. Juga karena menolak keras LGBT, profil saya ditolak oleh sebuah situs ensiklopedi
Oh iya...yang paling penting, nama saya Iip. Terlahir dengan nama Muhammad Iip Wijayanto. Di akte kelahiran tertulis: Iip Wijayanto. Nama itu asli pemberian ayah saya, H.Asmawi Hamzah bin H.Amir Hamzah bin Syaikh.H.Abdurrauf. Jama'ah dan santri-santri saya sering memanggil saya Ustadz Iip. Iip itu ayah saya ambilkan dari nama sekolah beliau, IIP (Institut Ilmu Pemerintahan).
Meski di belakang nama saya ada "Wijayanto", saya bukan ustadz yang terkenal dan sering muncul di televisi itu yang kebetulan namanya mirip dengan nama belakang saya. Ini butuh saya sampaikan karena banyak yang kecewa, karena ingin mengenal ustadz kondang...malah kenalnya dengan saya yang bukan siapa-siapa ini. Saya biasa-biasa saja...dan tidak terkenal. Mungkin bagi teman-teman pembaca yg ingin mengakses pemikiran ustadz yang terkenal dan kebetulan nama belakangnya sama dengan saya, bisa membaca situs beliau. Walaupun di Indonesia yang tercinta ini, mungkin lebih dari 30.000 orang yang juga memiliki nama wijayantonya...mulai dari ustadz, artis, PNS, atlit, guru, seniman dan seterusnya. Saya hanya tidak ingin membuat orang kecewa...meski sejujurnya saya agak menyesal juga diberi nama Wijayanto karena nama belakang ini sangat menyusahkan saya...karena banyak sekali muballigh yang bernama seperti ini
Ini perlu saya sampaikan, karena di berbagai majlis ta'lim yang saya datangi. Jama'ah sering kecewa...karena berharap mendapatkan taushiah dari ustadz terkenal, yang datang justru ustadz yang tidak dikenal...
Buku
terbaru saya berjudul "Ustadz Iip Menjawab (Kumpulan
jawaban fiqh modern)", terbit pada tahun 2014 lalu. Pendidikan Islam saya dapatkan di Ma’had Syaikh Prof.Sulaiman At-Taja’ir Mekkah Al-Mukarromah Saudi. Tahun 2015 lalu, saya kembali bisa berjumpa Syaikh Sulaiman dan mengikuti ta'lim beliau di Masjidil Harom...sambil membimbing ibadah umrah. Alhamdulillah beliau masih sehat dan semoga selalu begitu
Kontak alamat dan akun media sosial saya:
E-mail Saya :
iipwijayanto@yahoo.com
face-book :
iipwijayanto
twitter :
@ustadz_iipw
telp : 08112631874
Demikian perkenalan dari saya, semoga sedikit ilmu saya ini bisa ikut memberi manfaat. Wallahu A'lamu
Muhammad Iip Wijayanto
DOA
MEMOHON DIBERI ANAK YANG SOLEH
Bersama KH.Iip Wijayanto
Anak yang soleh dan
solehah adalah modal bagi orang tua untuk hidupnya di dunia dan akhirat. Karena
kelak setelah orang tuanya tiada, hanya tiga hal saja yang masih
menghubungkannya dengan kehidupan dunia yakni: ilmu yang bermanfaat, amal jariah
dan doa dari anak keturunannya yang soleh. Doa memohon anak yang soleh adalah: “Rabbi habli min ladunka dzurriyatan
thoyyibath. Innaka sami’uddu’a (Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau
seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa. (Ali Imran:38).
Sambil terus berdo’a dan memberi teladan (dakwah bil hikmah) kepada anak-anak,
semoga putera-puteri kita menjadi generasi yang Qur’ani. Wallahu A’lamu bishawwab
Senin, 14 Maret 2016
DOA
MEMOHON HATI YANG TUNDUK DAN KHUSYUK
Bersama : KH.Iip Wijayanto
IBADAH di
bulan ramadhan yang sangat banyak variasinya bertujuan untuk melatih
kekhusyukan kita dalam ibadah. Namun demikian, terkadang...kekhusyukan tetap
sulit hadir. Maka mari kita memohon kepada Allah SWT untuk diberikan hati yang
khusyuk: “Allahumma inni ‘auudzu bika min
qalbin laa yakhsya’u wa min du’aain laa yusma’u wa min nafsin laa tasyba’u wa
min ‘ilmin laa yanfa’u (Ya Allah, sesungguhnya aku mohon perlindungan
kepada-Mu dari hati yang tidak pernah tunduk, dari doa yang tidak didengarkan,
dari jiwa yang tidak pernah merasa puas dan dari ilmu yang tidak bermanfaat).”{H.R.Tirmidzi}.Wallahu A’lamu bishawwab
DOA
MEMAKAI BAJU BARU
Bersama : KH.Iip Wijayanto
LEBARAN dalam
budaya masyarakat kita selalu identik dengan baju baru. Ada baiknya, baju,
peci, hijab, gamis, mukenah, sepatu yang baru itu sebelum dipakai untuk berdoa
terlebih dahulu agar berkah dan menambah motivasi ibadah. Doanya:”Allahumma laakal hamdu anta kasaw taniihi
as aluka min khairihi wa khairi maa shuni’a lahu waa’udzu bika min syarrihi wa
syarrimaa shuni’a lahu (Ya Allah bagi-Mu segala pujian, Engkaulah yang
telah memberi pakaian ini kepadaku. Aku meminta kepada-Mu kebaikan dari pakaian
itu dan kebaikan sesuatu yang ada pada pakaian itu. Dan aku berlindung
kepada-Mu dari berbagai keburukan pakaian itu, dan dari kejahatan sesuatu yang
pakaian itu dibuat).”{H.R.Abu Dawud,Tirmidzi , Al-Baghawi dan kitab Al-Adzkaar
imam an-Nawawi, hadist:46}.Wallahu a’lamu
bishawwab
BERSHOLAWAT
KEPADA NABI SAW
BERSAMA: KH.Iip Wijayanto
DOA MEMOHON PETUNJUK
Bersama : KH.Iip Wijayanto
Sebagai manusia biasa, kita tidak dapat memungkiri
terkadang hati kita tergoda untuk mendekati hal-hal yang telah dilarang.
Menghadapi labilnya hati, maka perbanyaklah berdo’a dengan do’a:“Rabbana laa tuzigh qulubana ba’da idz
hadaytanaa wahablana min ladunka rahmath innaka antal wahhab (Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau
beri petunjuk kepada kami dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau.
Sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi Karunia).” (Ali-Imran:8). Semoga kita
selalu mendapatkan hidayah dan juga istiqomah berpegang dan melangkah di jalan
iman dan kebenaran. Wallahu A’lamu
bishawwab
Minggu, 13 Maret 2016
MUSIM
ISTRI MENGHILANG...HATI-HATI MEMILIH TEMPAT MENGAJI
Oleh : Ustadz Iip Wijayanto
MEDIA
MASSA ramai memberitakan orang-orang yang tiba-tiba menghilang dari
rumahnya, dari tempat kerjanya, dari keluarganya. Dari semua yang menghilang,
mayoritas didominasi para istri...ibu-ibu muda meskipun ada juga yang
menghilang satu paket bersama suaminya. Hebatnya, mereka berasal dari kelas
masyarakat yang berpendidikan tinggi. Sangat terpelajar dan melek referensi.
Muncul dugaan jika orang-orang ini sengaja menghilang untuk bergabung dengan
jama’ah, kelompok ataupun komunitas tempat mereka mengaji sebelumnya.
Pertanyaannya, fenomena apa yang sedang terjadi ini? Jika persoalan ini kita
lihat dari perpspektif sosiologi historis...fenomena ini sebenarnya fenomena
biasa, berulang dan sangat sering terjadi. Perbedaan visi dan cara memahami
Agama, membuat anggota kelompok yang sudah “jadi”...beberapa kelompok
memberlakukan sistem bai’at (sumpah setia) untuk menyingkir dari lingkungannya
yang tidak bisa menerima paham mereka untuk mendapatkan ruang yang lebih
leluasa di dalam menjalankan doktrin-doktrin kelompoknya. Cara yang paling
efektif ada dua, memilih lingkungan yang sekuler sama sekali dan tidak peduli
dengan deviasi doktriner keagamaan tau memilih “hijrah (baca:pindah)” ke
lingkungan yang homogen dengan cara pemahaman keagamaan mereka. Untuk konteks
negara kita, tentu sangat sulit mencari lingkungan yang murni sekuler. Di
sebuah lingkungan RT, tetap ada tokoh-tokoh Agama yang dijadikan panutan dan
tempat masyrakat bertanya sebagai mekanisme pertahanan aqidah masyarakat.
Kecuali jika mereka “hijrah” ke benua Amerika atau Eropa. Lingkungan yang sama
sekali baru dan tidak memiliki kontak relasi sosial sebelumnya dengan mereka.
Jika dana terbatas, maka opsi paling mudah adalah merapat ke komunitasnya tadi.
Dan secara psikologis, perasaan sebagai kelompok minoritasdan berbeda dalam masyarakat dengan pemahaman yang sudah
mapan...membuat solidaritas di antara mereka cukup kuat dan erat. Maka, anggota
jama’ah yang punya fasilitas siap menampung rekruitmen-rekruitmen baru tadi di
rumah-rumah mereka. Mereka memahami ini sebagai “hijrah”. Dan terminologi ini
sangat populer di tengah-tengah kelompok-kelompok tersebut. Sementara bagi
keluarga, suami, lingkungan kerja yang ditinggalkan menganggap mereka sebagai
orang yang hilang...atau menghilang.
Kita tidak dapat menafikan bahwa di
sepanjang zaman dalam tarikh dakwah, selalu saja muncul orang-orang dengan
paham-paham sempalan, puritan hingga menyimpang sama sekali. Sejak zaman para
sahabatpun, sudah disibukkan dengan perang melawan nabi-nabi palsu. Dalam kurun
waktu awal Islam, perang yang paling terkenal yang tercatat dalam kitab-kitab
sejarah adalah perang melawan nabi palsu Musailamah Al-Kadzhab. Di Indonesia
nabi-nabi palsu terus saja bermunculan. Pendekatan persuasif berupa pembinaan
untuk kembali kepada prinsip akidah yang benar tidak memberi kesan. Hukuman
penjarapun tidak membuat nabi-nabi palsu ini jera. Dan kembali aktif
menyebarkan ajaran sesatnya setelah keluar dari penjara. Bekas pengikut yang
sudah dibina untuk kembali ke prinsip akidah yang benar dengan cepat merapat
kembali kepada nabi-nabi palsu ini karena sudah terpikat dengan pesona dan
fanatisme yang begitu mengakar, juga terikat dengan “bai’at” yang sudah pernah
diikrarkan.
Adapun skema pola penyebaran paham
ini, jika kita teliti dan cermati relatif sama. Yakni menyasar komunitas dengan
pendidikan rendah non santri (tidak memiliki tokoh rujukan) atau komunitas
dengan pendidikan tinggi, dengan latar belakang pendidikan eksakta dan juga
non-santri. Hampir tidak ada catatan kelompok-kelompok menyimpang, sesat atau
puritan ini bisa merekruit kader dan anggota di masyarakat santri yang biasa
mengaji dan punya tokoh ulama sebagai referensi hidup atau masyarakat kampus
dengan latar belakang santri. Sebagai contoh, dakwah kelompok-kelompok
konservatif dan radikal yang mengajak ummat untuk berjihad secara internasional
akan ditolak secara alamiah karena para kyai di pesantren mengajarkan doktrin
jihad yang benar, yang hanya bisa diputuskan oleh negara dan pemerintah. Bukan
oleh perseorangan atau ulama, atau melalui fatwa ulama. Kelompok-kelompok ini
biasanya akan lebih berhasil menyebarkan pahamnya di perguruan tinggi –
perguruan tinggi terkenal...khususnya di prodi-prodi eksakta seperti kedokteran
dan teknik. Begitu juga dengan kelompok-kelompok dakwah dengan penampilan
eksklusif, berdandan dengan busana ala pakistan. Secara isi (materi ilmu
dakwah) mereka mentah sekali. Rata-rata dengan kemampuan ilmu alat seperti nahwu,
shorof, lughot, tajwid, nagham yang sangat terbatas. Bahkan banyak yang tidak
kenal ilmu itu sama sekali. Pokoknya asal ketemu orang diceramahi saja. Begitu
mereka masuk ke komunitas masyarakat santri, tentu pendekatan demikian dan
contain yang minimalis hanya akan menjadi bahan tertawaan saja. Tetapi
lagi-lagi kelompok ini bisa merekruit banyak orang di lingkungan non santri,
lingkungan kampus eksakta dan juga lingkungan artis dan pekerja seni. Pola ini
pula yang diikuti oleh kelompok-kelompok yang menyimpang sama sekali tadi.
Mereka masuk ke komunitas-komunitas non-santri, lingkungan kampus non-santri
dan juga lingkungan-lingkungan yang tidak melek referensi dan tidak memiliki
tokoh rujukan.
Apa yang bisa kita lakukan untuk
melindungi keluarga kita dari faham-faham yang demikian...? Jawabannya adalah
memperkuat pemahaman akidah di tengah-tengah keluarga sendiri. Seorang suami
sebagai kepala keluarga dan penanggung jawab keluarganya, harus berusaha
belajar menjadi orang yang melek referensi Agama. Belajar Agama kepada ahli
Agama di pesantren-pesantren dengan reputasi yang bagus atau secara intensif
menimba ilmu kepada ulama-ulama dengan track record keilmuan yang bagus dan
valid. Akhir-akhir ini juga banyak bermunculan kelompok-kelompok kajian
tafsir...juga dengan penafsiran yang meresahkan masyarakat dan justru memicu
perpecahan.Ada beberapa prinsip yang harus ditanamkan kepada seluruh anggota
keluarga, yakni tentang pemahaman akidah yang benar. Bahwa dalam Islam penutup
dari rangkaian Nabi dan Rasul adalah Rasulullah SAW. Beliau adalah penutup dari
seluruh Nabi dan Rasul yang pernah diutus. Tidak ada nabi lagi setelah beliau (Laa nabiya ba’da).
Sehingga, ketika ada
kelompok-kelompok baru yang mengusung klaim pemimpinnya sebagai nabi seperti
yang banyak ditemukan, maka 100% dipastikan pemimpin kelompok baru itu adalah
nabi palsu dan wajiblah kelompok itu untuk dihindari dan ditolak. Demikian juga
jika ada kelompok yang mengajarkan pengikutnya untuk tidak sholat, tidak
menutupi aurat, menajiskan kelompok yang tidak sepaham...maka wajib pula
kelompok-kelompok ini dihindari dan ditolak.Jika seluruh anggota keluarga bisa
memahami hal-hal ini, maka ketika mereka berhadapan dengan tim rekruiter
kelompok-kelompok menyimpang tadi mereka bisa tegas menolak dan menghindar.
Karena menjaga anggota keluarga selama 24 jam juga tidak mungkin. Maka cara
yang paling baik adalah dengan membentengi diri mereka masing-masing, melalui
dakwah intensif di tengah-tengah keluarga dan himbauan terus menerus agar
anggota keluarga selalu berhati-hati dalam memilih tempat mengaji.Wallahu A’lamu Bishawwab
Langganan:
Postingan (Atom)